Aku mengenal pemuda yang dulu termasuk orang-orang yang lalai mengingat Allah. Dulu dia bersama dengan teman-teman yang buruk sepanjang masa mudanya. Pemuda itu meriwayatkan kisahnya sendiri :
“Demi Allah yang tidak ada sesembahan selain Dia, aku dulu keluar dari kota Riyadh bersama dengan teman-temanku, dan tidak ada satu niat dalam diriku untuk melakukan satu ketaatanpun untuk Allah, apakah untuk sholat atau yang lain.
Alkisah, kami sekelompok pemuda pergi menuju kota Dammam, ketika kami melewati papan penunjuk jalan, maka teman-teman membacanya, “Dammam, 300 km”, maka aku katakan kepada mereka aku melihat papan itu bertuliskan “Jahannam 300 km.” merekapun duduk dan menertawakan ucapanku. Aku bersumpah kepada mereka atas hal ituakan tetapi mereka tidak percaya. Maka merekapun membiarkan dan mendustakanku.
Berlalulah waktu tersebut dalam canda tawa, sementara aku menjadi bingung dengan papan yang telah kubaca tadi.
Selang beberapa waktu, kami mendapatkan papan penunjuk jalan lain, mereka berkata “Dammam, 200 km”, kukatakan “Jahannam, 200 km”. Mereka pun menertawakan aku, dan menyebutku gila. Kukatakan : “ Demi Allah, yang tidak ada sesembahan yang haq selain Dia, sehingga aku melihatnya bertuliskan “Jahannam, 200 km”. “Merekapun menertawakanku seperti kali pertama. Dan mereka berkata : “Diamlah, kamu membuat kami takut.” Akupun diam, dalam keadaan susah, yang liliputi rasa keheranan aku memikirkan perkara aneh ini.
Keadaanku terus menerus bersama dengan pikiran dan keheranan, sementara keadaan mereka bersama dengan gelak tawa, dan candanya, hingga kemudian kami bertemu dengan papan penunjuk jalan yang ketiga. Mereka berkata :”Tinggal sedikit lagi Dammam, 100 km”. Kukatakan : “Demi Allah yang maha agung, aku melihatnya Jahannam 100 km”. Mereka berkata : “tinggalkan kedustaan, engkau telah menyakiti kami sejak awal perjalanan kita.” Kukatakan : “Turunkan aku, aku ingin kembali.” Mereka mengatakan : “Apakah kamu sudah gila?” Aku berkata : “Turunkan aku, demi Allah, aku tidak akan menyelesaikan perjalanan ini bersama kalian.” Maka mereka pun menurunkan aku, akupun pergi kearah lain dari jalan tersebut. Akupun tinggal dijalan itu beberapa saat, dengan memberikan isyarat kepada mobil-mobil untuk berhenti, tetapi tidak ada seorangpun yang mau berhenti untukku. Selang beberapa saat, berhentilah untukku seorang sopir yang sudah tua, akupun mengendarai mobil bersamanya. Saat itu dia dalam keadaan diam lagi sedih dan tidak berkata-kata walaupun satu kalimat. Kemudian kukatakan kepadanya : “Baiklah, ada apa dengan anda, kenapa anda tidak berkata-kata?” Maka dia menjawab : “Sungguh aku sangat terkesima dengan sebuah kecelakaan yang telah kulihat beberapa saat yang lalu, demi Allah aku belum pernah melihat yang lebih buruk darinya dalam kehidupanku.” Kukatakan padanya : “Apakah mereka itu satu keluarga atau selainnya?” Dia menjawab : “Mereka adalah sekumpulan anak-anak muda dan tidak seorangpun dari mereka yang selamat.” Maka dia memberitahukan kepadaku ciri-ciri mobilnya, maka akupun mengenalnya, bahwa mereka adalah teman-temanku tadi. Maka akupun meminta kepadanya untuk bersumpah atas apa yang telah dia katakan, maka diapun bersumpah dengan nama Allah.
Maka akupun mengetahui bahwa Allah telah mencabut roh teman-temanku setelah aku turun dari mobil mereka tadi. Dan dia telah menjadikanku sebagai pelajaran bagi diriku dan yang lain. akupun memuji Allah yang telah menyelamatkanku di antara mereka.
Syeikh Abu Khalid Al-Jadawi berkata : “Sesungguhnya pemilik kisah ini menjadi seorang laki-laki yang baik. Padanya terdapat tanda-tanda kebaikan, setelah dia kehilangan teman-temannya dengan kisah ini, yang setelahnya dia bertaubat dengan taubatan nashuha.”
Maka kukatakan : “Wahai saudaraku, apakah engkau akan menunggu kehilangan empat atau lima teman-temanmu sampai kepada perjalanan seperti perjalanan ini? Agar engkau bisa mengambil pelajaran darinya? Dan tahukah kamu, bahkan kadang bukan engkau yang bertaubat karena sebab kematian teman-temanmu, melainkan engkaulah yang menjadi sebab petaubatan teman-temanmu karena kematianmu di atas maksiat dan kerusakan.” Na’udzubillah
Ya Allah, jangan jadikan kami pelajaran bagi manusia, tetapi jadikanlah kami sebagai orang yang mengambil pelajaran dari apa yang terjadi pada mereka, dan apa saja yang terjadi disekitar kami. Allahumma Amiin.
Kisah di atas bukanlah cerita fiktif atau hanya sekedar dongeng belaka, namun itu adalah kisah nyata yang saya kutip dari majalah Qiblati edisi 05 tahun III.
Senin, 14 April 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar