Inikah rasanya cinta…
Oh inikah cinta…
Serasa bahagia saat jumpa…
Begitulah penggalan syair yang dilantunkan oleh salah satu grup band di negeri kita ini yang saya sudah lupa namanya. Dan syair ini juga sangat digandrungi oleh remaja-remaja saat mereka sedang jatuh cinta, baik laki-laki ataupun perempuan. Dan itu juga merupakan gerbang awal menuju kepada apa yang biasa disebut oleh mereka yaitu ‘pacaran’.
Tentunya kata pacaran adalah kata yang sangat akrab bagi para remaja kita. Sampai-sampai dikalangan mereka memiliki standart baku bahwa tidak mungkin seorang mahasiswa itu tidak punya pacar. Bagi mereka yang belum punya pacar mereka dianggap sebagai seorang pecundang, loser, dan sebutan-sebutan yang lain yang semakna dengan itu. Akhirnya mereka berlomba lomba untuk mendapatkan seorang pacar. Ada bermacam-macam alasan dari mereka jika ditanya kenapa mereka berpacaran. Diantara mereka ada yang menginginkan ketenangan, mencari kebahagiaan, bahkan ada yang cuma ingin coba-coba. Mungkin alasan yang mereka utarakan tidak jauh beda dengan orang yang kecanduan narkoba. Pertama coba-coba, atau dengan dalih ingin menghilangkan stress, yang ujung-ujungnya mengarah kepada kebinasaan mereka sendiri.
Kemudian ada sebuah pertanyaan besar. Benarkah yang dinyatan oleh lirik di atas? Benarkah yang dinyatakan oleh mereka cinta bisa menyebabkan kebahagiaan?
Tentunya yang dimaksud cinta dalam lirik di atas bukanlah cinta antara suami dan istri, atau antara anak dan orang tua. Tapi yang dimaksud adalah antara remaja laki-laki dan wanita yang bukan mahram.
Benarkah dengan pacaran bisa menimbulkan kebahagiaan? Ketenangan? Atau yang semisalnya?
Dan masih banyak lagi pertanyaan-pertanyaan yang seperti ini yang seharusnya perlu dikaji ulang oleh mereka yang sedang atau ingin bergelut dalam dunia pacaran. Tentunya dengan pikiran jernih, hati bersih, dan kepala terbuka. Bukan dengan pikiran yang sudah rusak dan hati yang sudah dibutakan oleh hawa nafsu.
Jawaban-jawaban dari pertanyaan di atas adalah tidak mungkin. Karena cinta yang demikian adalah termasuk cinta yang terlarang dalam syari’at. Apalagi kalau sampai mengarah kepada yang namanya pacaran. Bagaimana mungkin kebahagiaan bisa didapat dengan kedurhakaan kepada Allah. Tentunya kebahagiaan yang dimaksud adalah kebahagiaan yang Haqiqi, yang datangnya dari Allah, bukanlah kebahagiaan yang semu, yang datangnya dari iming-iming syetan. Dan bagaimana mungkin ketenangan bisa diraih dengan bermaksiat kepada Allah. Padahal Allah berfirman :
“Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta.” (QS. Tahaa: 124)
Lihatlah firman Allah di atas, barang siapa yang berpaling dari peringatan Allah, durhaka kepada-Nya, maka yang diperoleh adalah kehidupan yang sempit. Ini juga sekaligus sebagai bantahan terhadap lirik lagu di atas dan kepada mereka-mereka yang beranggapan bahwa dengan pacaran bisa menimbulkan kebahagiaan. Karena banyak sekali kemungkaran-kemungkaran yang ditimbulkan di dalam pacaran. Allah memerintahkan kepada laki-laki muslim dan wanita muslim untuk menundukkan pandangan (QS. 24 : 30-31), sedangkan pacaran adalah tempat orang mengumbar pandangan. Allah melarang kita untuk bersentuhan dengan sengaja dengan yang bukan mahram, bahkan Rosulullah mengancam dalam hadist sahih riwaya At-thabarani, “Tertusuk jarum dari besi neraka itu lebih baik bagi kalian dari pada kalian bersentuhan dengan yang bukan mahram.” Padahal dalam pacaran mereka jalan sambil bergandengan tangan, ada yang berpelukan, ciuman, bahkan na’udzubillah berapa banyak perzinahan yang terjadi diawali dengan pacaran. Masih begitu banyak kemungkaran-kemungkaran yang lain yang ditimbulkan oleh yang namanya pacaran. Namun saya rasa beberapa yang telah saya sebutkan diatas sudah cukup mewakili sehingga dapat disimpulkan bahwa pacaran itu hukumnya HARAM dan itu merupakan suatu bentuk kedurhakaan kepada Allah. Siapa saja yang mengingkari tentang keharamannya maka sama saja ia mengingkari adanya matahari di siang bolong!
Lalu diantara mereka ada yang berdoa dengan mengatakan, “Ya Allah, jadikanlah fulan pacar saya.” atau “Ya Allah, buatlah hubungan pacaran kami langgeng.”
Subhanallah…! Bukankah hal ini sama saja dengan ada seorang maling yang berdoa kepada Allah agar mereka bisa mencuri dengan lancar dan hasilnya banyak.
Yang lebih celaka lagi adalah jika keinginan mereka terpenuhi. Maka itu adalah istidroj. Jangan mengira Allah rido kepada kalian. Allah hanya menunda adzabnya. Allah telah mempermudah kalian menuju kesengsaraan. Rasulullah bersabda, “Ketika engkau berbuat maksiat kepada Allah, lalu Allah tambah kenikmatan kalian, Allah lapangkan rizki kalian, jangan kalian anggap bahwa Allah telah ridho kepada kalian. Sungguh itu adalah istidroj.”(HR. Bukhari dan Muslim). Maka barang siapa yang mendapati hal ini, segeralah ia lari dan bertaubat kepada Allah. Sungguh pintu taubat Allah selalu terbuka selama nafas belum sampai kerongkongan.
Sekarang kita lihat apakah mereka benar-benar bahagia atau malah sengsara.
Ibnu Taimiah berkata dalam majmu’ fatawa, “Mereka orang yang sedang dimabuk cinta, akan membayangkan hal-hal yang menyenangkan bersama kekasihnya, padahal kenyataannya adalah berbeda sama sekali dengan apa yang mereka bayangkan.”
Ibnul Qoyyim mengatakan, “Pada hari itu ,orang yang tertipu mengetahui perdagangan apakah yang telah di sia-siakannya serta mengatakan bahwa orang yang selama ini telah memperbudak dirinya dan menguasai hatinya, sebenarnya tidak layak dirinya menjadi pembantu dan pengikut orang itu. Musibah apakah yang lebih besar daripada seorang raja yang di turunkan dari tahta kerajaannya, di jadikan sebagai tawanan orang yang tidak pantas menjadi tuannya, seta di paksa untuk mematuhi segala perintah dan larangannya? Jika anda melihat hatinya ketika ia bersama orang yang di cintainya, niscaya anda melihatnya:
Ibarat burung di genggaman seorang bocahYang menimpakan berbagai penderitaan kepadanyaSedangkan si bocah bergembira dan bermain
Jika anda melihat keadaan dirinya dan kehidupannya, niscaya Anda akan berkomentar:
Tiadalah di muka bumi ini orang yang lebih menderita daripada seorang yang di mabuk cinta . Meski hawa nafsunya memperoleh kenikmatan. Kau lihat, ia menangis setiap saat sebab takut berpisah, atau karena rindu. Menangis ketika mereka jauh, karena rindu kepada mereka Juga menangis ketika mereka dekat, karena takut berpisah.”
Benarlah kata Ibnul Qoyyim. Sebenarnya orang yang dimabuk cinta tidaklah pernah merasa bahagia kecuali hanya diawalnya saja.
Seorang penyair mengatakan mengatakan :
Cinta itu awalnya terasa indah…
Pertengahannya menggelisahkan hati…
Dan akhirnya menghancurkan hati…
Sekali lagi yang dimaksud disini tentu saja bukan cinta yang direstui oleh syar’i. bukan cinta antara seorang suami terhadap istrinya.
Saya yakin anda semua sepakat, ketika orang sedang menahan rindu terhadap orang yang dicintainya, maka rasanya pastilah menyakitkan. Berapa banyak lantunan-lantunan syair yang menyatakan demikian. Cukuplah apa yang dilantunkan oleh penyanyi dangdut tanah air…
Ku menangis…menangisku karena rindu…
Ku bersedih…sedihku karena rindu…
Aku rinduu…padamu …
Pernah suatu ketika seorang teman bermalam ditempat kos saya. Ketika malam telah larut dan waktunya tidur, saya lihat teman saya tidak tenang. Dia membolak-balikkan badannya ke kanan dan kekiri. Ternyata dia tidak bisa tidur dan begitu terus sampai subuh. Setelah saya Tanya ternyata dia tidak bisa tidur hanya karena gelisah rindu kepada orang yang dicintainya.
Ibnul Qoyyim juga mengatakan, “Andaikata Anda melihat tidur dan istirahatnya, Niscaya anda mengetahui bahwa rindu dan tidur telah berjanji dan bersepakat untuk tidak akan pernah bertemu. Jika Anda melihat simbah air matanya dan gejolak api di dalam dirinya, niscaya Anda membaca syair:”
“Maha Suci RABB 'ARSY yang menciptanya dengan sempurna. Yang menjadikan hal-hal yang berlawanan tanpa penolakan. Tetes airmata,muncul dari gejolak api di dalam diriair dan api berada di satu tempat.”
Seorang yang sedang dimabuk cinta tidak akan pernah tenang hidupnya. Selalu gelisah. Setiap aktivitasnya akan selalu terbayang kekasih yang dicintainya. Ketika bangun tidur, mandi, makan, sampai mau tidur kembali, bahkan dalam sholatpun ia terbayang dengan wajah sang kekasih…
Ketika teman-teman disekelilingnya tertawa, ia tidak akan bisa tertawa lepas karena ia tidak bersama dengan orang yang dicintainya. Kadang ia tersenyum dalam tangis dan kadang ia menangis dibalik senyuman.
Sampai-sampai ada seorang pujangga cinta ketika melantunkan sya’ir untuk kekasihnya,
Engkau adalah baratku…
Engkau adalah timurku…
Engkau adalah waktu kerjaku…
Engkau adalah waktu liburku…
Dan Engkau adalah seluruh aktivitasku…
Namun, ternyata aku keliru…
subhanallah!! Bukankah ini telah mendekati kepada kesyirikan!!Padaha Rasulullah bersabda, “Belumlah beriman seseorang sampai Allah dan Rosulnya lebih ia cintai dari siapapun.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dalam suatu riwayat Ibnu Abbas pernah bertemu dengan seorang yang kurus kering, dan wajahnya pucat. Lalu Ibnu Abbas bertanya kepada orang-orang, “ada apa dengan orang ini?” kemudian orang disekelilingnya menjawab, “Dia sedang dimabuk cinta, dia sedang gelisah karena kekasihnya.” Lalu Ibnu Abbas berlindung kepada Allah agar dijauhkan dari penyakit mabuk cinta.
Ibnul Qoyyim mengataka, “Ia menjadikan hati sebagai tawanan hawa nafsu, sebaliknya menjadikan hawa nafsu sebagai hakim dan pemimpinnya. Di penuhinya hati dengan bencana dan fitnah, di halanginya dari kebenaran, dan di palingkannya dari jalan yang lurus. Ia berteriak di pasar perbudakan, menawarkan hati kemudian menjualnya sengan harga yang murah. Di berikannya imbalan yang rendah kepada hati, sebagai ganti dari imbalan yang bernilai tinggi, yaitu kamar kamar surga, dan lebih dari itu adalah kedekatan dengan AR-Rahman.
“Lantas, hati merasa tentram berada di sisi kekasih yang hina itu, padahal derita yang di rasakannya berlipat ganda di bandingkan dengan kenikmatan yang diperolehnya,kedekatan dengannya merupakan sebab terbesar kesengsaraannya. Padahal,alangkah cepatnya seorang kekasih berubah menjadi musuh! alangkah cepatnya seorang kekasih meninggalkan kekasihnya, sampai sampai seperti tidak pernah menjadi seorang kekasih.”
Saya tidak perlu menjelaskan lagi betapa sakitnya seseorang yang mengalami patah hati. Bagi mereka yang mengarungi cinta terlarang ini kebanyakan telah merasakannya. Bagi yang belum, layaknya mereka menaruh bom waktu di dada-dada kalian yang setiap saat bisa dengan mudah meledak sehingga meluluh lantahkan hati-hati mereka dan akan mengalirkan air mata yang dapat membanjiri seluruh kamar kalian. Sayangnya, mereka yang telah mengalami hal ini masih saja belum sadar dan terus saja berada di dalam lingkaran api tersebut.
Yang lebih parah lagi, sebagaimana yang dikatakan Ibnul Qoyyim, “Seseorang yang mabuk cinta ibarat mayat bagi yang di cintainya. Ia juga budak yang tunduk dan patuh kepadanya. Jika di panggil ,ia datang menyambut. Jika di tanyakan kepadanya;"apa yang kamu angankan?" Maka yang di cintainya adalah puncak segala angannya. ia tidak bisa memperoleh ketentraman dan ketenangan pada selainnya.
Duhai, kasihanilah orang yang mabuk cinta yang memiliki dua macam duka cita:
-Duka karena tidak mendapatkan "KEKASIH YANG MAHA TINGGI"serta kenikmatan yang abadi.
-Duka karena kepayahan dan siksa pedih yang musti di tanggungnya.
Hal ini tidak hanya melanda kepada orang awam saja, bahkan para penuntut ilmu yang mereka telah memiliki ilmu syar’i. Berapa banyak para penuntut ilmu yang tumbang ditengah jalan gara-gara hal ini. Sungguh penyakit ini (mabuk cinta) sangat berbahaya bagi hati sebagai mana bahayanya penyakit AIDS bagi tubuh. Kalau penyakit AIDS, yang diserang adalah kekebalan tubuh dan maksimal menyebabkan penderitanya mati, namun penyakit ini yang diserang adalah benteng iman kita yang bisa menyebabkan matinya hati kita sebelum jasad kita.
Terakhir, saya bawakan perkataan Ibnul Qoyyim, “Demi Allah, ini merupakan fitnah dan bencana yang sangat besar, yang menjadikan nafsu menghambakan diri kepada selain penciptanya, yang menaklukkan hati kepada kekasih yang di gandrunginya yang akan menimpakan kehinaan kepadanya, yang menyalakan peperangan antara mabuk cinta dan tauhid, dan yang mengajak untuk memberikan kesetiaan kepada setan durhaka.”
Semoga Allah memberikan taufiq kepada kita semua agar kita bisa menyelamatkan hati kita dari penyakit yang sangat berbahaya ini sehingga akan bermanfaat bagi kita dihari dimana tidak bermanfaat lagi harta dan keluarga, kecuali mereka yang menemui Allah dengan Qolbun salim (hati yang bersih)
Selasa, 15 April 2008
Senin, 14 April 2008
JAHANNAM SETELAH 300 KM
Aku mengenal pemuda yang dulu termasuk orang-orang yang lalai mengingat Allah. Dulu dia bersama dengan teman-teman yang buruk sepanjang masa mudanya. Pemuda itu meriwayatkan kisahnya sendiri :
“Demi Allah yang tidak ada sesembahan selain Dia, aku dulu keluar dari kota Riyadh bersama dengan teman-temanku, dan tidak ada satu niat dalam diriku untuk melakukan satu ketaatanpun untuk Allah, apakah untuk sholat atau yang lain.
Alkisah, kami sekelompok pemuda pergi menuju kota Dammam, ketika kami melewati papan penunjuk jalan, maka teman-teman membacanya, “Dammam, 300 km”, maka aku katakan kepada mereka aku melihat papan itu bertuliskan “Jahannam 300 km.” merekapun duduk dan menertawakan ucapanku. Aku bersumpah kepada mereka atas hal ituakan tetapi mereka tidak percaya. Maka merekapun membiarkan dan mendustakanku.
Berlalulah waktu tersebut dalam canda tawa, sementara aku menjadi bingung dengan papan yang telah kubaca tadi.
Selang beberapa waktu, kami mendapatkan papan penunjuk jalan lain, mereka berkata “Dammam, 200 km”, kukatakan “Jahannam, 200 km”. Mereka pun menertawakan aku, dan menyebutku gila. Kukatakan : “ Demi Allah, yang tidak ada sesembahan yang haq selain Dia, sehingga aku melihatnya bertuliskan “Jahannam, 200 km”. “Merekapun menertawakanku seperti kali pertama. Dan mereka berkata : “Diamlah, kamu membuat kami takut.” Akupun diam, dalam keadaan susah, yang liliputi rasa keheranan aku memikirkan perkara aneh ini.
Keadaanku terus menerus bersama dengan pikiran dan keheranan, sementara keadaan mereka bersama dengan gelak tawa, dan candanya, hingga kemudian kami bertemu dengan papan penunjuk jalan yang ketiga. Mereka berkata :”Tinggal sedikit lagi Dammam, 100 km”. Kukatakan : “Demi Allah yang maha agung, aku melihatnya Jahannam 100 km”. Mereka berkata : “tinggalkan kedustaan, engkau telah menyakiti kami sejak awal perjalanan kita.” Kukatakan : “Turunkan aku, aku ingin kembali.” Mereka mengatakan : “Apakah kamu sudah gila?” Aku berkata : “Turunkan aku, demi Allah, aku tidak akan menyelesaikan perjalanan ini bersama kalian.” Maka mereka pun menurunkan aku, akupun pergi kearah lain dari jalan tersebut. Akupun tinggal dijalan itu beberapa saat, dengan memberikan isyarat kepada mobil-mobil untuk berhenti, tetapi tidak ada seorangpun yang mau berhenti untukku. Selang beberapa saat, berhentilah untukku seorang sopir yang sudah tua, akupun mengendarai mobil bersamanya. Saat itu dia dalam keadaan diam lagi sedih dan tidak berkata-kata walaupun satu kalimat. Kemudian kukatakan kepadanya : “Baiklah, ada apa dengan anda, kenapa anda tidak berkata-kata?” Maka dia menjawab : “Sungguh aku sangat terkesima dengan sebuah kecelakaan yang telah kulihat beberapa saat yang lalu, demi Allah aku belum pernah melihat yang lebih buruk darinya dalam kehidupanku.” Kukatakan padanya : “Apakah mereka itu satu keluarga atau selainnya?” Dia menjawab : “Mereka adalah sekumpulan anak-anak muda dan tidak seorangpun dari mereka yang selamat.” Maka dia memberitahukan kepadaku ciri-ciri mobilnya, maka akupun mengenalnya, bahwa mereka adalah teman-temanku tadi. Maka akupun meminta kepadanya untuk bersumpah atas apa yang telah dia katakan, maka diapun bersumpah dengan nama Allah.
Maka akupun mengetahui bahwa Allah telah mencabut roh teman-temanku setelah aku turun dari mobil mereka tadi. Dan dia telah menjadikanku sebagai pelajaran bagi diriku dan yang lain. akupun memuji Allah yang telah menyelamatkanku di antara mereka.
Syeikh Abu Khalid Al-Jadawi berkata : “Sesungguhnya pemilik kisah ini menjadi seorang laki-laki yang baik. Padanya terdapat tanda-tanda kebaikan, setelah dia kehilangan teman-temannya dengan kisah ini, yang setelahnya dia bertaubat dengan taubatan nashuha.”
Maka kukatakan : “Wahai saudaraku, apakah engkau akan menunggu kehilangan empat atau lima teman-temanmu sampai kepada perjalanan seperti perjalanan ini? Agar engkau bisa mengambil pelajaran darinya? Dan tahukah kamu, bahkan kadang bukan engkau yang bertaubat karena sebab kematian teman-temanmu, melainkan engkaulah yang menjadi sebab petaubatan teman-temanmu karena kematianmu di atas maksiat dan kerusakan.” Na’udzubillah
Ya Allah, jangan jadikan kami pelajaran bagi manusia, tetapi jadikanlah kami sebagai orang yang mengambil pelajaran dari apa yang terjadi pada mereka, dan apa saja yang terjadi disekitar kami. Allahumma Amiin.
Kisah di atas bukanlah cerita fiktif atau hanya sekedar dongeng belaka, namun itu adalah kisah nyata yang saya kutip dari majalah Qiblati edisi 05 tahun III.
“Demi Allah yang tidak ada sesembahan selain Dia, aku dulu keluar dari kota Riyadh bersama dengan teman-temanku, dan tidak ada satu niat dalam diriku untuk melakukan satu ketaatanpun untuk Allah, apakah untuk sholat atau yang lain.
Alkisah, kami sekelompok pemuda pergi menuju kota Dammam, ketika kami melewati papan penunjuk jalan, maka teman-teman membacanya, “Dammam, 300 km”, maka aku katakan kepada mereka aku melihat papan itu bertuliskan “Jahannam 300 km.” merekapun duduk dan menertawakan ucapanku. Aku bersumpah kepada mereka atas hal ituakan tetapi mereka tidak percaya. Maka merekapun membiarkan dan mendustakanku.
Berlalulah waktu tersebut dalam canda tawa, sementara aku menjadi bingung dengan papan yang telah kubaca tadi.
Selang beberapa waktu, kami mendapatkan papan penunjuk jalan lain, mereka berkata “Dammam, 200 km”, kukatakan “Jahannam, 200 km”. Mereka pun menertawakan aku, dan menyebutku gila. Kukatakan : “ Demi Allah, yang tidak ada sesembahan yang haq selain Dia, sehingga aku melihatnya bertuliskan “Jahannam, 200 km”. “Merekapun menertawakanku seperti kali pertama. Dan mereka berkata : “Diamlah, kamu membuat kami takut.” Akupun diam, dalam keadaan susah, yang liliputi rasa keheranan aku memikirkan perkara aneh ini.
Keadaanku terus menerus bersama dengan pikiran dan keheranan, sementara keadaan mereka bersama dengan gelak tawa, dan candanya, hingga kemudian kami bertemu dengan papan penunjuk jalan yang ketiga. Mereka berkata :”Tinggal sedikit lagi Dammam, 100 km”. Kukatakan : “Demi Allah yang maha agung, aku melihatnya Jahannam 100 km”. Mereka berkata : “tinggalkan kedustaan, engkau telah menyakiti kami sejak awal perjalanan kita.” Kukatakan : “Turunkan aku, aku ingin kembali.” Mereka mengatakan : “Apakah kamu sudah gila?” Aku berkata : “Turunkan aku, demi Allah, aku tidak akan menyelesaikan perjalanan ini bersama kalian.” Maka mereka pun menurunkan aku, akupun pergi kearah lain dari jalan tersebut. Akupun tinggal dijalan itu beberapa saat, dengan memberikan isyarat kepada mobil-mobil untuk berhenti, tetapi tidak ada seorangpun yang mau berhenti untukku. Selang beberapa saat, berhentilah untukku seorang sopir yang sudah tua, akupun mengendarai mobil bersamanya. Saat itu dia dalam keadaan diam lagi sedih dan tidak berkata-kata walaupun satu kalimat. Kemudian kukatakan kepadanya : “Baiklah, ada apa dengan anda, kenapa anda tidak berkata-kata?” Maka dia menjawab : “Sungguh aku sangat terkesima dengan sebuah kecelakaan yang telah kulihat beberapa saat yang lalu, demi Allah aku belum pernah melihat yang lebih buruk darinya dalam kehidupanku.” Kukatakan padanya : “Apakah mereka itu satu keluarga atau selainnya?” Dia menjawab : “Mereka adalah sekumpulan anak-anak muda dan tidak seorangpun dari mereka yang selamat.” Maka dia memberitahukan kepadaku ciri-ciri mobilnya, maka akupun mengenalnya, bahwa mereka adalah teman-temanku tadi. Maka akupun meminta kepadanya untuk bersumpah atas apa yang telah dia katakan, maka diapun bersumpah dengan nama Allah.
Maka akupun mengetahui bahwa Allah telah mencabut roh teman-temanku setelah aku turun dari mobil mereka tadi. Dan dia telah menjadikanku sebagai pelajaran bagi diriku dan yang lain. akupun memuji Allah yang telah menyelamatkanku di antara mereka.
Syeikh Abu Khalid Al-Jadawi berkata : “Sesungguhnya pemilik kisah ini menjadi seorang laki-laki yang baik. Padanya terdapat tanda-tanda kebaikan, setelah dia kehilangan teman-temannya dengan kisah ini, yang setelahnya dia bertaubat dengan taubatan nashuha.”
Maka kukatakan : “Wahai saudaraku, apakah engkau akan menunggu kehilangan empat atau lima teman-temanmu sampai kepada perjalanan seperti perjalanan ini? Agar engkau bisa mengambil pelajaran darinya? Dan tahukah kamu, bahkan kadang bukan engkau yang bertaubat karena sebab kematian teman-temanmu, melainkan engkaulah yang menjadi sebab petaubatan teman-temanmu karena kematianmu di atas maksiat dan kerusakan.” Na’udzubillah
Ya Allah, jangan jadikan kami pelajaran bagi manusia, tetapi jadikanlah kami sebagai orang yang mengambil pelajaran dari apa yang terjadi pada mereka, dan apa saja yang terjadi disekitar kami. Allahumma Amiin.
Kisah di atas bukanlah cerita fiktif atau hanya sekedar dongeng belaka, namun itu adalah kisah nyata yang saya kutip dari majalah Qiblati edisi 05 tahun III.
Langganan:
Postingan (Atom)