Kamis, 19 Juni 2008
Optimislah...!!!
Maka mengapa mesti dijalani dengan sepedih rasa,
Sedang ketegaran akan lebih indah dikenang nanti.
Jikalah kesedihan akan menjadi masa lalu pada akhirnya,
Maka mengapa tidak dinikmati saja,
Sedang ratap tangis tak akan mengubah apa-apa.
Jikalah luka dan kecewa akan menjadi masa lalu pada akhirnya,
Maka mengapa mesti dibiarkan meracuni jiwa,
Sedang ketabahan dan kesabaran adalah lebih utama.
Jikalah kebencian dan kemarahan akan menjadi masa lalu pada akhirnya,
Maka mengapa mesti diumbar sepuas jiwa,
Sedang menahan diri adalah lebih berpahala.
Jikalah kesalahan akan menjadi masa lalu pada akhirnya,
Maka mengapa mesti tenggelam di dalamnya,
Sedang taubat itu lebih utama.
Jikalah harta akan menjadi masa lalu pada akhirnya,
Maka mengapa mesti ingin dikukuhi sendiri,
Sedang kedermawanan justru akan melipat gandakannya.
Jikalah kepandaian akan menjadi masa lalu pada akhirnya,
Maka mengapa mesti membusung dada dan membuat kerusakan di dunia,
Sedang dengannya manusia diminta memimpin dunia agar sejahtera.
Jikalah cinta akan menjadi masa lalu pada akhirnya,
Maka mengapa mesti ingin memiliki dan selalu bersama,
Sedang memberi akan lebih banyak menuai arti.
Jikalah bahagia akan menjadi masa lalu pada akhirnya,
Maka mengapa mesti dirasakan sendiri,
Sedang berbagi akan membuatnya lebih bermakna
Jikalah hidup akan menjadi masa lalu pada akhirnya,
Maka mengapa mesti diisi dengan kesia-siaan belaka,
Sedang begitu banyak kebaikan bisa dicipta.
Suatu hari nanti,
Saat semua telah menjadi masa lalu
Aku ingin ada di antara mereka
Yang bertelekan di atas permadani
Sambil bercengkerama dengan tetangganya
Saling bercerita tentang apa yang telah dilakukannya di masa lalu
Hingga mereka mendapat anugerah itu.
[(Duhai kawan, dulu aku miskin dan menderita, namun aku tetap berusaha senantiasa bersyukur dan bersabar. Dan ternyata, derita itu hanya sekejap saja dan cuma seujung kuku, di banding segala nikmat yang kuterima di sini)-
(Wahai kawan, dulu aku membuat dosa sepenuh bumi, namun aku bertobat dan tak mengulang lagi hingga maut menghampiri. Dan ternyata, ampunan-Nya seluas alam raya, hingga sekarang aku berbahagia)]
Suatu hari nanti
Ketika semua telah menjadi masa lalu
Aku tak ingin ada di antara mereka
Yang berpeluh darah dan berkeluh kesah:
Andai di masa lalu mereka adalah tanah saja.
[(Duhai! harta yang dahulu kukumpulkan sepenuh raga, ilmu yang kukejar setinggi langit, kini hanyalah masa lalu yang tak berarti. Mengapa dulu tak kubuat menjadi amal jariah yang dapat menyelamatkanku kini?)-
(Duhai! nestapa, kecewa, dan luka yang dulu kujalani, ternyata hanya sekejap saja dibanding sengsara yang harus kuarungi kini. Mengapa aku dulu tak sanggup bersabar meski hanya sedikit jua?)]
dikutip dari www.hatibening.com oleh Ust. Abdullah Hadromi (Malang)
Pilih Dunia Atau Akhirat?
"Di antaramu ada orang yang menghendaki dunia
dan diantara kamu ada orang yang menghendaki akhirat."
(Surat Ali ‘Imraan Ayat 152)
"Barangsiapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya,
niscaya Kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia itu tidak akan dirugikan.
Itulah orang-orang yang tidak memperoleh di akhirat, kecuali neraka dan lenyaplah di akhirat itu apa yang telah mereka usahakan di dunia dan sia-sialah apa yang telah mereka kerjakan."
(Surat Huud Ayat 15-16).
“Barangsiapa menghendaki kehidupan sekarang (duniawi),
maka Kami segerakan baginya di dunia itu apa yang kami kehendaki
bagi orang yang kami kehendaki dan Kami tentukan baginya neraka jahannam;
ia akan memasukinya dalam keadaan tercela dan terusir.
Dan barangsiapa yang menghendaki kehidupan akhirat dan berusaha ke arah itu dengan sungguh-sungguh sedang ia adalah mukmin, maka mereka itu adalah orang-orang yang usahanya dibalasi dengan baik.“
(Surat Al-Israa’ Ayat 18-19)
“Barang siapa yang menghendaki keuntungan di akhirat
akan Kami tambah keuntungan itu baginya
dan barang siapa yang menghendaki keuntungan di dunia
Kami berikan kepadanya sebagian dari keuntungan dunia
dan tidak ada baginya suatu bahagianpun di akhirat.“
(Surat Asy-Syuuraa Ayat 20)
“Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu:
“Jika kamu sekalian mengingini kehidupan dunia dan perhiasannya,
maka marilah supaya kuberikan kepadamu mut’ah
(yaitu suatu pemberian yang diberikan kepada perempuan
yang telah diceraikan menurut kesanggupan suami)
dan aku ceraikan kamu dengan cara yang baik.
Dan jika kamu sekalian menghendaki (keredhaan) Allah dan RasulNya
serta (kesenangan) di negeri akhirat,
maka sesungguhnya Allah menyediakan bagi siapa yang berbuat baik diantaramu pahala yang besar.“
(Surat Al-Ahzaab Ayat 28-29)
Dikutip dari www.hatibening.com oleh Ust Abdullah Hadromi (Malang)
Selasa, 15 April 2008
INIKAH RASANYA CINTA??!!??
Oh inikah cinta…
Serasa bahagia saat jumpa…
Begitulah penggalan syair yang dilantunkan oleh salah satu grup band di negeri kita ini yang saya sudah lupa namanya. Dan syair ini juga sangat digandrungi oleh remaja-remaja saat mereka sedang jatuh cinta, baik laki-laki ataupun perempuan. Dan itu juga merupakan gerbang awal menuju kepada apa yang biasa disebut oleh mereka yaitu ‘pacaran’.
Tentunya kata pacaran adalah kata yang sangat akrab bagi para remaja kita. Sampai-sampai dikalangan mereka memiliki standart baku bahwa tidak mungkin seorang mahasiswa itu tidak punya pacar. Bagi mereka yang belum punya pacar mereka dianggap sebagai seorang pecundang, loser, dan sebutan-sebutan yang lain yang semakna dengan itu. Akhirnya mereka berlomba lomba untuk mendapatkan seorang pacar. Ada bermacam-macam alasan dari mereka jika ditanya kenapa mereka berpacaran. Diantara mereka ada yang menginginkan ketenangan, mencari kebahagiaan, bahkan ada yang cuma ingin coba-coba. Mungkin alasan yang mereka utarakan tidak jauh beda dengan orang yang kecanduan narkoba. Pertama coba-coba, atau dengan dalih ingin menghilangkan stress, yang ujung-ujungnya mengarah kepada kebinasaan mereka sendiri.
Kemudian ada sebuah pertanyaan besar. Benarkah yang dinyatan oleh lirik di atas? Benarkah yang dinyatakan oleh mereka cinta bisa menyebabkan kebahagiaan?
Tentunya yang dimaksud cinta dalam lirik di atas bukanlah cinta antara suami dan istri, atau antara anak dan orang tua. Tapi yang dimaksud adalah antara remaja laki-laki dan wanita yang bukan mahram.
Benarkah dengan pacaran bisa menimbulkan kebahagiaan? Ketenangan? Atau yang semisalnya?
Dan masih banyak lagi pertanyaan-pertanyaan yang seperti ini yang seharusnya perlu dikaji ulang oleh mereka yang sedang atau ingin bergelut dalam dunia pacaran. Tentunya dengan pikiran jernih, hati bersih, dan kepala terbuka. Bukan dengan pikiran yang sudah rusak dan hati yang sudah dibutakan oleh hawa nafsu.
Jawaban-jawaban dari pertanyaan di atas adalah tidak mungkin. Karena cinta yang demikian adalah termasuk cinta yang terlarang dalam syari’at. Apalagi kalau sampai mengarah kepada yang namanya pacaran. Bagaimana mungkin kebahagiaan bisa didapat dengan kedurhakaan kepada Allah. Tentunya kebahagiaan yang dimaksud adalah kebahagiaan yang Haqiqi, yang datangnya dari Allah, bukanlah kebahagiaan yang semu, yang datangnya dari iming-iming syetan. Dan bagaimana mungkin ketenangan bisa diraih dengan bermaksiat kepada Allah. Padahal Allah berfirman :
“Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta.” (QS. Tahaa: 124)
Lihatlah firman Allah di atas, barang siapa yang berpaling dari peringatan Allah, durhaka kepada-Nya, maka yang diperoleh adalah kehidupan yang sempit. Ini juga sekaligus sebagai bantahan terhadap lirik lagu di atas dan kepada mereka-mereka yang beranggapan bahwa dengan pacaran bisa menimbulkan kebahagiaan. Karena banyak sekali kemungkaran-kemungkaran yang ditimbulkan di dalam pacaran. Allah memerintahkan kepada laki-laki muslim dan wanita muslim untuk menundukkan pandangan (QS. 24 : 30-31), sedangkan pacaran adalah tempat orang mengumbar pandangan. Allah melarang kita untuk bersentuhan dengan sengaja dengan yang bukan mahram, bahkan Rosulullah mengancam dalam hadist sahih riwaya At-thabarani, “Tertusuk jarum dari besi neraka itu lebih baik bagi kalian dari pada kalian bersentuhan dengan yang bukan mahram.” Padahal dalam pacaran mereka jalan sambil bergandengan tangan, ada yang berpelukan, ciuman, bahkan na’udzubillah berapa banyak perzinahan yang terjadi diawali dengan pacaran. Masih begitu banyak kemungkaran-kemungkaran yang lain yang ditimbulkan oleh yang namanya pacaran. Namun saya rasa beberapa yang telah saya sebutkan diatas sudah cukup mewakili sehingga dapat disimpulkan bahwa pacaran itu hukumnya HARAM dan itu merupakan suatu bentuk kedurhakaan kepada Allah. Siapa saja yang mengingkari tentang keharamannya maka sama saja ia mengingkari adanya matahari di siang bolong!
Lalu diantara mereka ada yang berdoa dengan mengatakan, “Ya Allah, jadikanlah fulan pacar saya.” atau “Ya Allah, buatlah hubungan pacaran kami langgeng.”
Subhanallah…! Bukankah hal ini sama saja dengan ada seorang maling yang berdoa kepada Allah agar mereka bisa mencuri dengan lancar dan hasilnya banyak.
Yang lebih celaka lagi adalah jika keinginan mereka terpenuhi. Maka itu adalah istidroj. Jangan mengira Allah rido kepada kalian. Allah hanya menunda adzabnya. Allah telah mempermudah kalian menuju kesengsaraan. Rasulullah bersabda, “Ketika engkau berbuat maksiat kepada Allah, lalu Allah tambah kenikmatan kalian, Allah lapangkan rizki kalian, jangan kalian anggap bahwa Allah telah ridho kepada kalian. Sungguh itu adalah istidroj.”(HR. Bukhari dan Muslim). Maka barang siapa yang mendapati hal ini, segeralah ia lari dan bertaubat kepada Allah. Sungguh pintu taubat Allah selalu terbuka selama nafas belum sampai kerongkongan.
Sekarang kita lihat apakah mereka benar-benar bahagia atau malah sengsara.
Ibnu Taimiah berkata dalam majmu’ fatawa, “Mereka orang yang sedang dimabuk cinta, akan membayangkan hal-hal yang menyenangkan bersama kekasihnya, padahal kenyataannya adalah berbeda sama sekali dengan apa yang mereka bayangkan.”
Ibnul Qoyyim mengatakan, “Pada hari itu ,orang yang tertipu mengetahui perdagangan apakah yang telah di sia-siakannya serta mengatakan bahwa orang yang selama ini telah memperbudak dirinya dan menguasai hatinya, sebenarnya tidak layak dirinya menjadi pembantu dan pengikut orang itu. Musibah apakah yang lebih besar daripada seorang raja yang di turunkan dari tahta kerajaannya, di jadikan sebagai tawanan orang yang tidak pantas menjadi tuannya, seta di paksa untuk mematuhi segala perintah dan larangannya? Jika anda melihat hatinya ketika ia bersama orang yang di cintainya, niscaya anda melihatnya:
Ibarat burung di genggaman seorang bocahYang menimpakan berbagai penderitaan kepadanyaSedangkan si bocah bergembira dan bermain
Jika anda melihat keadaan dirinya dan kehidupannya, niscaya Anda akan berkomentar:
Tiadalah di muka bumi ini orang yang lebih menderita daripada seorang yang di mabuk cinta . Meski hawa nafsunya memperoleh kenikmatan. Kau lihat, ia menangis setiap saat sebab takut berpisah, atau karena rindu. Menangis ketika mereka jauh, karena rindu kepada mereka Juga menangis ketika mereka dekat, karena takut berpisah.”
Benarlah kata Ibnul Qoyyim. Sebenarnya orang yang dimabuk cinta tidaklah pernah merasa bahagia kecuali hanya diawalnya saja.
Seorang penyair mengatakan mengatakan :
Cinta itu awalnya terasa indah…
Pertengahannya menggelisahkan hati…
Dan akhirnya menghancurkan hati…
Sekali lagi yang dimaksud disini tentu saja bukan cinta yang direstui oleh syar’i. bukan cinta antara seorang suami terhadap istrinya.
Saya yakin anda semua sepakat, ketika orang sedang menahan rindu terhadap orang yang dicintainya, maka rasanya pastilah menyakitkan. Berapa banyak lantunan-lantunan syair yang menyatakan demikian. Cukuplah apa yang dilantunkan oleh penyanyi dangdut tanah air…
Ku menangis…menangisku karena rindu…
Ku bersedih…sedihku karena rindu…
Aku rinduu…padamu …
Pernah suatu ketika seorang teman bermalam ditempat kos saya. Ketika malam telah larut dan waktunya tidur, saya lihat teman saya tidak tenang. Dia membolak-balikkan badannya ke kanan dan kekiri. Ternyata dia tidak bisa tidur dan begitu terus sampai subuh. Setelah saya Tanya ternyata dia tidak bisa tidur hanya karena gelisah rindu kepada orang yang dicintainya.
Ibnul Qoyyim juga mengatakan, “Andaikata Anda melihat tidur dan istirahatnya, Niscaya anda mengetahui bahwa rindu dan tidur telah berjanji dan bersepakat untuk tidak akan pernah bertemu. Jika Anda melihat simbah air matanya dan gejolak api di dalam dirinya, niscaya Anda membaca syair:”
“Maha Suci RABB 'ARSY yang menciptanya dengan sempurna. Yang menjadikan hal-hal yang berlawanan tanpa penolakan. Tetes airmata,muncul dari gejolak api di dalam diriair dan api berada di satu tempat.”
Seorang yang sedang dimabuk cinta tidak akan pernah tenang hidupnya. Selalu gelisah. Setiap aktivitasnya akan selalu terbayang kekasih yang dicintainya. Ketika bangun tidur, mandi, makan, sampai mau tidur kembali, bahkan dalam sholatpun ia terbayang dengan wajah sang kekasih…
Ketika teman-teman disekelilingnya tertawa, ia tidak akan bisa tertawa lepas karena ia tidak bersama dengan orang yang dicintainya. Kadang ia tersenyum dalam tangis dan kadang ia menangis dibalik senyuman.
Sampai-sampai ada seorang pujangga cinta ketika melantunkan sya’ir untuk kekasihnya,
Engkau adalah baratku…
Engkau adalah timurku…
Engkau adalah waktu kerjaku…
Engkau adalah waktu liburku…
Dan Engkau adalah seluruh aktivitasku…
Namun, ternyata aku keliru…
subhanallah!! Bukankah ini telah mendekati kepada kesyirikan!!Padaha Rasulullah bersabda, “Belumlah beriman seseorang sampai Allah dan Rosulnya lebih ia cintai dari siapapun.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dalam suatu riwayat Ibnu Abbas pernah bertemu dengan seorang yang kurus kering, dan wajahnya pucat. Lalu Ibnu Abbas bertanya kepada orang-orang, “ada apa dengan orang ini?” kemudian orang disekelilingnya menjawab, “Dia sedang dimabuk cinta, dia sedang gelisah karena kekasihnya.” Lalu Ibnu Abbas berlindung kepada Allah agar dijauhkan dari penyakit mabuk cinta.
Ibnul Qoyyim mengataka, “Ia menjadikan hati sebagai tawanan hawa nafsu, sebaliknya menjadikan hawa nafsu sebagai hakim dan pemimpinnya. Di penuhinya hati dengan bencana dan fitnah, di halanginya dari kebenaran, dan di palingkannya dari jalan yang lurus. Ia berteriak di pasar perbudakan, menawarkan hati kemudian menjualnya sengan harga yang murah. Di berikannya imbalan yang rendah kepada hati, sebagai ganti dari imbalan yang bernilai tinggi, yaitu kamar kamar surga, dan lebih dari itu adalah kedekatan dengan AR-Rahman.
“Lantas, hati merasa tentram berada di sisi kekasih yang hina itu, padahal derita yang di rasakannya berlipat ganda di bandingkan dengan kenikmatan yang diperolehnya,kedekatan dengannya merupakan sebab terbesar kesengsaraannya. Padahal,alangkah cepatnya seorang kekasih berubah menjadi musuh! alangkah cepatnya seorang kekasih meninggalkan kekasihnya, sampai sampai seperti tidak pernah menjadi seorang kekasih.”
Saya tidak perlu menjelaskan lagi betapa sakitnya seseorang yang mengalami patah hati. Bagi mereka yang mengarungi cinta terlarang ini kebanyakan telah merasakannya. Bagi yang belum, layaknya mereka menaruh bom waktu di dada-dada kalian yang setiap saat bisa dengan mudah meledak sehingga meluluh lantahkan hati-hati mereka dan akan mengalirkan air mata yang dapat membanjiri seluruh kamar kalian. Sayangnya, mereka yang telah mengalami hal ini masih saja belum sadar dan terus saja berada di dalam lingkaran api tersebut.
Yang lebih parah lagi, sebagaimana yang dikatakan Ibnul Qoyyim, “Seseorang yang mabuk cinta ibarat mayat bagi yang di cintainya. Ia juga budak yang tunduk dan patuh kepadanya. Jika di panggil ,ia datang menyambut. Jika di tanyakan kepadanya;"apa yang kamu angankan?" Maka yang di cintainya adalah puncak segala angannya. ia tidak bisa memperoleh ketentraman dan ketenangan pada selainnya.
Duhai, kasihanilah orang yang mabuk cinta yang memiliki dua macam duka cita:
-Duka karena tidak mendapatkan "KEKASIH YANG MAHA TINGGI"serta kenikmatan yang abadi.
-Duka karena kepayahan dan siksa pedih yang musti di tanggungnya.
Hal ini tidak hanya melanda kepada orang awam saja, bahkan para penuntut ilmu yang mereka telah memiliki ilmu syar’i. Berapa banyak para penuntut ilmu yang tumbang ditengah jalan gara-gara hal ini. Sungguh penyakit ini (mabuk cinta) sangat berbahaya bagi hati sebagai mana bahayanya penyakit AIDS bagi tubuh. Kalau penyakit AIDS, yang diserang adalah kekebalan tubuh dan maksimal menyebabkan penderitanya mati, namun penyakit ini yang diserang adalah benteng iman kita yang bisa menyebabkan matinya hati kita sebelum jasad kita.
Terakhir, saya bawakan perkataan Ibnul Qoyyim, “Demi Allah, ini merupakan fitnah dan bencana yang sangat besar, yang menjadikan nafsu menghambakan diri kepada selain penciptanya, yang menaklukkan hati kepada kekasih yang di gandrunginya yang akan menimpakan kehinaan kepadanya, yang menyalakan peperangan antara mabuk cinta dan tauhid, dan yang mengajak untuk memberikan kesetiaan kepada setan durhaka.”
Semoga Allah memberikan taufiq kepada kita semua agar kita bisa menyelamatkan hati kita dari penyakit yang sangat berbahaya ini sehingga akan bermanfaat bagi kita dihari dimana tidak bermanfaat lagi harta dan keluarga, kecuali mereka yang menemui Allah dengan Qolbun salim (hati yang bersih)
Senin, 14 April 2008
JAHANNAM SETELAH 300 KM
“Demi Allah yang tidak ada sesembahan selain Dia, aku dulu keluar dari kota Riyadh bersama dengan teman-temanku, dan tidak ada satu niat dalam diriku untuk melakukan satu ketaatanpun untuk Allah, apakah untuk sholat atau yang lain.
Alkisah, kami sekelompok pemuda pergi menuju kota Dammam, ketika kami melewati papan penunjuk jalan, maka teman-teman membacanya, “Dammam, 300 km”, maka aku katakan kepada mereka aku melihat papan itu bertuliskan “Jahannam 300 km.” merekapun duduk dan menertawakan ucapanku. Aku bersumpah kepada mereka atas hal ituakan tetapi mereka tidak percaya. Maka merekapun membiarkan dan mendustakanku.
Berlalulah waktu tersebut dalam canda tawa, sementara aku menjadi bingung dengan papan yang telah kubaca tadi.
Selang beberapa waktu, kami mendapatkan papan penunjuk jalan lain, mereka berkata “Dammam, 200 km”, kukatakan “Jahannam, 200 km”. Mereka pun menertawakan aku, dan menyebutku gila. Kukatakan : “ Demi Allah, yang tidak ada sesembahan yang haq selain Dia, sehingga aku melihatnya bertuliskan “Jahannam, 200 km”. “Merekapun menertawakanku seperti kali pertama. Dan mereka berkata : “Diamlah, kamu membuat kami takut.” Akupun diam, dalam keadaan susah, yang liliputi rasa keheranan aku memikirkan perkara aneh ini.
Keadaanku terus menerus bersama dengan pikiran dan keheranan, sementara keadaan mereka bersama dengan gelak tawa, dan candanya, hingga kemudian kami bertemu dengan papan penunjuk jalan yang ketiga. Mereka berkata :”Tinggal sedikit lagi Dammam, 100 km”. Kukatakan : “Demi Allah yang maha agung, aku melihatnya Jahannam 100 km”. Mereka berkata : “tinggalkan kedustaan, engkau telah menyakiti kami sejak awal perjalanan kita.” Kukatakan : “Turunkan aku, aku ingin kembali.” Mereka mengatakan : “Apakah kamu sudah gila?” Aku berkata : “Turunkan aku, demi Allah, aku tidak akan menyelesaikan perjalanan ini bersama kalian.” Maka mereka pun menurunkan aku, akupun pergi kearah lain dari jalan tersebut. Akupun tinggal dijalan itu beberapa saat, dengan memberikan isyarat kepada mobil-mobil untuk berhenti, tetapi tidak ada seorangpun yang mau berhenti untukku. Selang beberapa saat, berhentilah untukku seorang sopir yang sudah tua, akupun mengendarai mobil bersamanya. Saat itu dia dalam keadaan diam lagi sedih dan tidak berkata-kata walaupun satu kalimat. Kemudian kukatakan kepadanya : “Baiklah, ada apa dengan anda, kenapa anda tidak berkata-kata?” Maka dia menjawab : “Sungguh aku sangat terkesima dengan sebuah kecelakaan yang telah kulihat beberapa saat yang lalu, demi Allah aku belum pernah melihat yang lebih buruk darinya dalam kehidupanku.” Kukatakan padanya : “Apakah mereka itu satu keluarga atau selainnya?” Dia menjawab : “Mereka adalah sekumpulan anak-anak muda dan tidak seorangpun dari mereka yang selamat.” Maka dia memberitahukan kepadaku ciri-ciri mobilnya, maka akupun mengenalnya, bahwa mereka adalah teman-temanku tadi. Maka akupun meminta kepadanya untuk bersumpah atas apa yang telah dia katakan, maka diapun bersumpah dengan nama Allah.
Maka akupun mengetahui bahwa Allah telah mencabut roh teman-temanku setelah aku turun dari mobil mereka tadi. Dan dia telah menjadikanku sebagai pelajaran bagi diriku dan yang lain. akupun memuji Allah yang telah menyelamatkanku di antara mereka.
Syeikh Abu Khalid Al-Jadawi berkata : “Sesungguhnya pemilik kisah ini menjadi seorang laki-laki yang baik. Padanya terdapat tanda-tanda kebaikan, setelah dia kehilangan teman-temannya dengan kisah ini, yang setelahnya dia bertaubat dengan taubatan nashuha.”
Maka kukatakan : “Wahai saudaraku, apakah engkau akan menunggu kehilangan empat atau lima teman-temanmu sampai kepada perjalanan seperti perjalanan ini? Agar engkau bisa mengambil pelajaran darinya? Dan tahukah kamu, bahkan kadang bukan engkau yang bertaubat karena sebab kematian teman-temanmu, melainkan engkaulah yang menjadi sebab petaubatan teman-temanmu karena kematianmu di atas maksiat dan kerusakan.” Na’udzubillah
Ya Allah, jangan jadikan kami pelajaran bagi manusia, tetapi jadikanlah kami sebagai orang yang mengambil pelajaran dari apa yang terjadi pada mereka, dan apa saja yang terjadi disekitar kami. Allahumma Amiin.
Kisah di atas bukanlah cerita fiktif atau hanya sekedar dongeng belaka, namun itu adalah kisah nyata yang saya kutip dari majalah Qiblati edisi 05 tahun III.
Senin, 31 Maret 2008
KEDUDUKAN WANITA DI DALAM KEHIDUPAN
Ini adalah jawaban terhadap pertanyaan yang dimuat didalam majalah Al-Jail Riyadh seputar kedudukan wanita di dalam Islam.
Didalam Al-Qur'an terdapat banyak ayat yang menunjukkan betapa pentingnya kaum wanita sebagai ibu, sebagai istri, sebagai saudara dan sebagai anak. Mereka juga mempunyai hak-hak dan kewajiban-kewajiban, sedangkan Sunnah Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam berfungsi menjelaskan secara detail.Urgensi atau pentingnya (peran wanita) itu tampak di dalam beban tanggung jawab yang harus diembannya dan perjuangan berat yang harus ia pikul yang pada sebagiannya melebihi beban tanggung jawab yang dipikul kaum pria. Maka dari itu, di antara kewajiban terpenting kita adalah berterima kasih kepada ibu, berbakti kepadanya dan mempergaulinya dengan baik. Dalam hal ini ia harus lebih diutamakan dari pada ayah. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman.
"Artinya : Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah pula. Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan". [Al-Ahqaf : 15]
Ada seorang lelaki datang kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam seraya berkata : 'Ya Rasulullah, siapa manusia yang lebih berhak untuk saya pergauli dengan baik ?' Jawab Nabi, 'Ibumu' Ia bertanya lagi, 'Lalu siapa?' Jawab beliau, 'Ibumu', Ia bertanya lagi, 'Lalu siapa lagi ?' Beliau jawab 'Ayahmu'[Diriwayatkan oleh Imam Bukhari]
Makna yang terkandung di dalam hadits ini adalah bahwa ibu harus mendapat 3x (tiga kali) lipat perbuatan baik (dari anaknya) dibandingkan bapak.Kedudukan istri dan pengaruhnya terhadap jiwa laki-laki telah dijelaskan oleh ayat berikut ini."Artinya : Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya adalah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang". [Ar-Rum : 21]
Ibnu Katsir di dalam tafsirnya tentang mawadah wa rahmah mengatakan : Mawaddah adalah rasa cinta dan Rahmah adalah rasa kasih sayang, karena sesungguhnya seorang laki-laki hidup bersama istrinya adalah karena cinta kepadanya atau karena kasih dan sayang kepadanya, agar mendapat anak keturunan darinya.
Sesungguhnya ada pelajaran yang sangat berharga dari Khadijah Radhiyallahu anha dimana beliau mempunyai peranan yang sangat besar dalam menentramkan rasa takut yang dialami Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam ketika Malaikat Jibril turun kepadanya dengan membawa wahyu di goa Hira' untuk pertama kalinya. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam datang kepada Khadijah dalam keadaan seluruh persendiannya gemetar, seraya bersabda."Artinya : Selimuti aku! Selimuti aku! Sungguh aku mengkhawatirkan diriku, Maka Khadijah berkata : Tidak. Demi Allah, Allah tidak akan membuatmu menjadi hina sama sekali, karena engkau selalu menjalin hubungan silaturahmi, menanggung beban, memberikan bantuan kepada orang yang tak punya, memuliakan tamu dan memberikan pertolongan kepada orang yang berada di pihak yang benar". [Muttafaq Alaih]
Kita juga tidak lupa peran Aisyah Radhiyallahu 'anha dimana para tokoh sahabat Nabi banyak mengambil hadits-hadits dari beliau, dan begitu pula kaum wanita banyak belajar kepadanya tentang hukum-hukum yang berkaitan dengan mereka.
Dan belum lama, yaitu pada zaman Imam Muhammad bin Sa'ud rahimahullah, beliau dinasehati oleh istrinya agar mau menerima dakwah tokoh pembaharu, yaitu Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah, ketika Syaikh Muhammad menawarkan dakwah kepadanya. Nasehat sang istri mempunyai pengaruh yang begitu besar sehingga terjadi kesepakatan di antara mereka berdua untuk memperbaharui dakwah dan menyebar luaskannya, (yang hingga kini) kita merasakan pengaruhnya dalam penegakkan Aqidah kepada penduduk Jazirah Arab.
Tidak diragukan lagi bahwa ibu saya pun rahimahullah, mempunayi peran yang sangat besar dan pengruh yang sangat dalam di dalam memberikan dorongan kepada saya untuk giat belajar (menuntut ilmu). Semoga Allah melipat gandakan pahalanya dan memberinya balasan yang terbaik atas jasanya kepada saya.
Dan hal yang tidak dapat dipungkiri adalah bahwa rumah tangga yang dihiasi dengan penuh rasa kasih sayang, rasa cinta, keramahan dan pendidikan yang Islami akan berpengaruh terhadap suami. Ia akan selalu beruntung, dengan izin Allah, di dalam segala urusannya, berhasil di dalam segala usaha yang dilakukannya, baik di dalam menuntut ilmu, perniagaan ataupun pertanian dan lain-lainnya.Hanya kepada Allah jualah saya memohon agar membimbing kita semua ke jalan yang Dia cintai dan Dia ridhai. Shalawat dan salam atas Nabi Muhammad, keluarga dan para sahabatnya. [Majmu Fatawa, jilid 3, halaman 348][Disalin dari. Kitab Al-Fatawa Asy-Syar'iyyah Fi Al-Masa'il Al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram, Penyusun Khalid Al-Juraisiy, Edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Terkini, Penerjemah Muathofa Aini dkk, Penerbit Darul Haq]
dikutip dari http://www.almanhaj.or.id/content/939/slash/0